Cari Blog Ini

Minggu, 26 Juni 2011

KUAU BESAR

Kuau besar (Argusianus argus) merupakan salah satu satwa dari famili Phasianidae atau keluarga ayam-ayaman. Burung ini memiliki gerak-gerik dan tubuh seperti merak. Kuau besar memiliki dua subspecies yaitu Argusiaun argus argus yang terdapat di Sumatera dan Semenanjung Melayu dan Argusianus argus grayi yang terdapat di Kalimantan.
Burung ini memiliki kepala dan leher berwarna biru dan tidak berbulu. Bulu badan kuau berwarna coklat kemerahan bercampur kuning serta berbintik kehitaman. Bulu sayapnya dihiasi bulatan-bulatan mirip mata yang tersusun teratur. Dari 12 bulu ekor yang dimilikinya kuau jantan, tampak dua helai ekor paling panjang dan terdapat tepat di tengah, yang biasa dipakai sebagai salah satu aksesori pada pakaian Suku Dayak selain bulu burung rangkong. Kuau memiliki panjang sekitar 170 cm (termasuk ekornya yang sepanjang 120 cm).
Kuau hidup di hutan dataran rendah, di tempat yang rimbun, kering dan berbatu. Makanannya berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang kecil seperti cacing, keong, semut dan serangga. Tingkah lakunya menjadi sangat menarik pada awal musim berkembang biak. Kuau jantan akan memperlihatkan tarian di depan kuau betina dengan mengandalkan bulunya yang indah. Peragaan itu dilakukan di sebidang tanah berdiameter 3 – 5 m. Sebelum menari, kuau jantan akan membersihkan arena tersebut dari ranting-ranting dan dedaunan.
Dalam tarian itu, kuau jantan akan mengembangkan bulu sayapnya. Pada saat yang sama, kedua belas bulu ekornya terangkat serta mengembang, sehingga akhirnya membentuk sebuah kipas raksasa. Tepat di tengah-tengah kipas itu tampak dua helai bulu ekor yang panjang dan tegak menjulang tinggi. Perlahan-lahan kipas raksasa tersebut ditarik ke depan sehingga tubuh, kepala dan kakinya tersembunyi di balik bulu. Kemudian kipas itu digetarkan sehingga timbul suara gemerisik. Akhirnya, jika si betina tertarik, ia akan segera memasuki arena tersebut.
Setelah kawin, kuau betina akan menyusun sarang di semak-semak atau kadang-kadang di pohon. Kuau bertelur sebanyak 2 – 3 butir dan akan menetas setelah dierami selama 25 hari. Saat itu pula kuau jantan harus dipisah agar tidak mengganggu kuau betina dan anak-anaknya. Selama beberapa hari, anak-anak kuau hanya menerima makanan dari induknya, sebelum belajar mencari makan sendiri. Selama itu pula anak-anak kuau tetap tinggal bersama induknya.
Kuau tidak menyukai tempat yang terang dan hanya mau bersuara pada tempat yang gelap. Karena burung ini sulit dijumpai, maka arena berkembang biak menjadi salah satu tanda keberadaan satwa yang mulai terancam punah ini. Burung yang memiliki penciuman dan pendengaran yang sangat tajam ini menjadikannya sukar ditangkap. Namun kerusakan hutan menjadikan burung ini semakin kesulitan untuk mendapatkan tempat hidup. Burung yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 ini sempat dijumpai oleh tim peneliti dari BEBSiC (Borneo Ecological and Biodiversity Science Club) pada tahun 2003 di salah satu kawasan Taman Nasional Kutai. Namun dengan adanya kerusakan yang terus melanda di kawasan Taman Nasional Kutai, dikhawatirkan akan memusnahkan burung yang termasuk dalam daftar CITES – Appendix II ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar