Cari Blog Ini

Selasa, 08 Juni 2010

Budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

Pendahuluan
Tumbuhan jamur pada awalnya kurang begitu diminati masyarakat, bahkan cenderung dipandang sebagai komoditas yang tidak bernilai sama sekali bahkan hanya dipandang sebelah mata. Karena selain hanya tumbuh di hutan tepatnya pada pohon kayu, tumbuhan jamur ini juga dipandang tak memiliki nilai gizi maupun nilai ekonomi. Namun setelah banyaknya penelitian tentang manfaat dan nilai gizi yang terkandung dalam jamur maka perlahan jamur menjadi suatu komoditas yang bernilai ekonomis tinggi dan dicari. Salah satu jamur pangan yang berasal dari hutan adalah Jamur tiram yang menjadi salah satu Hasil Hutan Non Kayu (HHNK). Di dalam kawasan hutan seperti TN Kutai jamur tiram banyak ditemukan tumbuh dipohon kayu yang sudah lapuk.
Telah kita ketahui bahwa serat kayu mempunyai kandungan cellulosa, hemi-cellulosa dan lignin, yang juga senyawa karbohidrat majemuk yang sulit terurai. Namun oleh berbagai jenis jamur kayu-sebagai tanaman tingkat rendah yang bersifat saprophytes maka senyawa itu dapat terurai dan termakan oleh mycelium jamur. Makin tinggi kandungan ligninnya berarti makin kuat serat kayunya, yang berarti juga makin kuat daya tembus mycelium jamurnya. Itulah sebabnya berbagai jenis jamur kayu selain dibutuhkan sebagai sayuran bernilai gizi tinggi dengan kolesterol rendah. Bahkan Jamur tiram termasuk tumbuhan yang tidak mengandung kolesterol. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mengandung senyawa Pleuran (di Jepang, jamur tiram disebut Hiratake sebagai jamur obat) Dapat juga sebagai antitumor, menurunkan kolesterol, dan antioksidan. Jamur juga mengandung folic acid yang cukup tinggi, konon mampu menyembuhkan anemia
Pengembangan jamur tiram oleh masyarakat desa di sekitar hutan dapat di lakukan dengan pengambilan bibit di hutan yang kemudian dilakukan penangkaran untuk selanjutnya dibudidayakan pada media buatan yang mempunyai kandungan hara menyerupai median tumbuh asalnya atau kayu yang sudah lapuk Selain melalui penangkaran, bibit jamur juga bisa didapat melalui pembelian bibit jamur tiram secara langsung oleh masyarakat baik secara berkelompok maupun perorangan.
Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) bentuknya seperti tiram dengan beberapa jenis warna, tetapi yang paling disukai konsumen jamur tiram putih. Jamur tiram tumbuh sepanjang tahun diberbagai iklim. Budidaya menggunakan media serbuk kayu sengon, ditumbuhkan di dalam rumah jamur intensitas cahaya kurang dari 40 lux, penyinaran tidak langsung, dan kelembaban ruang 80-85%.
Setiap 100 gram jamur tiram mengandung protein 19-35% dengan 9 macam asam amino; lemak 1,7 – 2,2% terdiri dari 72% asam lemak tak jenuh. Karbohidrat jamur Tiamin riboflavin dan niasin merupakan vitamin B utama dalam jamur tiram selain vitamin D dan C mineralnya terdiri dari K, P, Na, Ca, Mg, juga Zn, Fe, Mn, Co dan Pb. Mikroelemen yang bersifat logam sangat rendah sehingga aman dikonsumsi setiap hari.
Peralatan
Peralatan yang digunakan pada budidaya jamur diantaranya, Mixer, cangkul, sekop, filler, botol, boiler, gerobak dorong, sendok bibit, centong.
Tahapan Budidaya Jamur Tiram
Beberapa tahapan dalam budidaya jamur tiram yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Persiapan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam budidaya jamur tiram adalah Serbuk kayu, bekatul (dedak), kapur (CaCO3), gips (CaSO4), tepung jagung (biji-bijan), glukosa, kantong plastik, karet, kapas, cincin plastik.
2. Pengayakan
Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian mempunyai tingkat keseragaman yang kurang baik, hal ini berakibat tingkat pertumbuhan miselia kurang merata dan kurang baik. Mengatasi hal tersebut maka serbuk gergaji perlu di ayak. Ukuran ayakan sama dengan untuk mengayak pasir (ram ayam), pengayakan harus mempergunakan masker karena dalam serbuk gergaji banyak tercampur debu dan pasir
3. Pencampuran
Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan dicampur dengan serbuk gergaji selanjutnya disiram dengan air sekitar 50 – 60 % atau bila kita kepal serbuk tersebut menggumpal tapi tidak keluar air. Hal ini menandakan kadar air sudah cukup.
4. Pengomposan
Pengomposan adalah proses pelapukan bahan yang dilakukan dengan cara membumbun campuran serbuk gergaji kemudian menutupinya dengan plastic
5. Pembungkusan (Pembuatan Baglog)
Pembungkusan menggunakan plastik polipropilen (PP) dengan ukuran yang dibutuhkan. Cara membungkus yaitu dengan memasukkan media ke dalam plastik kemudian dipukul/ditumbuk sampai padat dengan botol atau menggunakan filler (alat pemadat) kemudian disimpan.
6. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan dengan mempergunakan alat sterilizer yang bertujuan menginaktifkan mikroba, bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 90 – 100 C selama 12 jam.
7. Inokulasi (Pemberian Bibit)
Inokulasi adalah kegiatan memasukan bibit jamur ke dalam media jamur yang telah disterilisasi. Baglog ditiriskan selama 1 malam setelah sterilisasi, kemudian kita ambil dan ditanami bibit diatasnya dengan mempergunakan sendok makan/sendok bibit sekitar + 3 sendok makan kemudian diikat dengan karet dan ditutup dengan kapas. Bibit yang baik yaitu:
o Varitas unggul
o Umur bibit optimal 45 – 60 hari
o Warna bibit merata
o Tidak terkontaminasi
8. Inkubasi (masa pertumbuhan miselium)
Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan di ruangan inkubasi dengan kondisi tertentu. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media berwarna putih merata, biasanya media akan tampak putih merata antara 40 – 60 hari.
9. Panen
Langkah terakhir panen jamur tiram/kuping. Panen kurang dari 9 kali dalam waktu kurang dari 1,5 bulan tergantung cara pemeliharaan/penyiraman jamur dan kebersihan kubung. Atau sisa panen 2-5 kali seminggu. Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, pemanenan ini biasanya dilakukan 5 hari setelah tumbuh calon jamur. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegarannya dan mempermudah pemasaran. Tercatat, harga di pasaran per satu kilogram jamur tiram, yaitu sebesar Rp 18.000, sementara untuk setiap hasil produksi jamur tiram, ditampung Asosiasi Pengusaha Jamur Indonesia (APJI) selaku lembaga resmi pengusaha jamur, dalam perkilonya sebesar Rp 7.500 per kilogram.
Semoga materi pada hari ini dapat membuka peluang terciptanya usaha bagi masyarakat di sekitar hutan, sehingga akan turut mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan perekonomian yang pada nantinya menjadi salah satu faktor pendukung bagi terwujudnya slogan Taman Nasional Kutai lestari, masyarakat sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar