Cari Blog Ini

Rabu, 02 Juni 2010

Rehabilitasi dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Desa hutan

Program rehabilitasi telah menjadi salah ikon kehutanan. Hal itu tercermin dari landasan hukum, keterlibatan para pihak dan besaran alokasi dana. Tidak mengherankan apabila program rehabilitasi menjadi salah satu katup ekonomi wilayah. Rehabilitasi terbukti mampu mewujudkan konsep triple track strategy. Sesungguhnya, sejauh mana dampak rehabilitasi hutan terhadap pengurangan pengangguran dan kemiskinan?
Rehabilitasi merupakan sebuah kosa kata yang identik dengan Departemen Kehutanan. Sementara program rehabilitasi hutan selama bertahun tahun telah menjelma menjadi salah satu program prioritas departemen Kehutanan dimana Rehabilitasi hutan telah menjadi salah satu tolak ukur kinerja Departemen Kehutanan. Sampai dengan tahun 2007, tercatat telah dilakukan penanaman rehabilitasi hutan dan lahan melalui program GERHAN seluas 2.397.155 ha yang terdiri dari penanaman diluar kawasan seluas 1.030.311 ha dan penanaman di dalam kawasan seluas 1.366.844 ha. Untuk mendukung da meningkatakan partisipasi para pihak. Maka DEPHUT juga gencarmempromosikan sekaligus mengkampanyekan berbagai program gerakan menanam. Melalui gerkan menanam, diharapkan akan menghasilkan sebuah kesadaran moral untuk membangun budaya menanam dan meninggalkan budaya yang hanya bersifat ekstraktif.
Pengurangan kemiskinan
Kerusakan hutan sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Salah satu persoalan mendasar yang disinyalir menjadi faktor penyebab tingginya laju kerusakan hutan adalah rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa hutan. Berdasarkan data badan pusat statistik (2005) dinyatakan bahwa kurang lebih 48,8 juta jiwa dari 220 juta penduduk Indonesia tinggal di sekitar hutan, dan sekitar 10,2 juta diantaranya tergolong dalam kategori miskin. Bahkan data sampel di 7 Propinsi diperkirakan 38,5 juta orang merupakan penduduk sekitar hutan yang miskin.
Secara historis kultural masyarakat desa hutan adalah bagian integral dari ekosistem hutan. Karena itu, tingkat kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari tingginya kualitas hidupnya merupakan salah satu benteng utama terwujudnya kelestarian hutan. Sebaliknya, rendahnya tingkat kesejahteraan yang tercermin dari kemiskinan akut yang dihadapi masyarakat desa hutan merupakan salah satu ancaman paling utama atas terjadinya kerusakan hutan.
Belajar dari pengalaman masa lalu, program pembangunan yang dilakukan tanpa disertai dengan pemerataan yang lebih nyata akan menghasilkan sebuah struktur bangunan ekonomi yang rentan terhadap goncangan. Karena itu, pembangunan ekonomi tidak boleh hanya menggantungkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi semata, dengan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu otomatis atau serta merta dapat mengurangi kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan. Dalam praktek tanpa dibarengi dengan program-program pemihakan yang konkret, intensif dan konsisten untuk pengentasan kemiskinan, maka pengurangan kemiskinan akan berjalan amat lambat.
Oleh karena itu, semua sektor di lingkup instansi pemerintahan perlu merumuskan setiap program yang diharapkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurang kemiskinan masyarakat.
Dilandasi kepentingan untuk mengurangi kemiskinann masyarakat desa hutan, maka diluncurkan lah program gerakan rehabilitasi hutan dan lahan di berbagai daerah di Indonesia. Harapannya, akan terdapat peningkatan kesejahteraan yang tercermin dari peningkatan pendapatan dan terbukanya peluang usaha yang bersifat efek pengganda bagi pengembangan ekonomi rakyat di wilayah pedesaan dan pedalaman desa hutan.
Berdasarkan hasil evaluasi dampak dan manfaat program Rehabilitasi hutan di beberapa wilayah menunjukkan adanya peningkatan pendapatan pasca diterapkannya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Dimana perhitungan peningkatan pendapatan terkait dengan manfaat ekonomi langsung jangka pendek seperti upah tenaga kerja, bantuan bibit dan bantuan sarana produksi pertanian. Keberhasilan program rehabilitasi sangat bergantung pada persepsi masyarakat dan perkembangan sektor ekonomi regional yang berbasis sumber daya alam.
Masyarakat di Kalimantan Timur umumnya atau masyarakat yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Kutai khususnya kebanyakan masih banyak yang menganggap bahwa program rehabilitasi hutan dan lahan merupakan suatu perbuatan yang sia-sia karena dinilai tidak memberikan insentif nyata bagi peningkatan ekonomui mereka. Hal ini didukung pula dengan adanya persepsi masyarakat bahwa ketersediaan sumber daya alam masih demikian melimpah, sehingga masyarakat lebih memilih usaha perkayuan dan kegiatan pertambangan dimana hal inilah yang membuat kegiatan pengembangan ekonomi berbasis lahan tidak mengarah kepada upaya rehabilitasi melainkan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek ekonomis semata tanpa memikirkan aspek lingkungan dalam jangka panjang.
Pengurangan pengangguran
Ditengah kondisi kian sulitnya memperoleh pekerjaan sebagai akibat dampak krisis ekonomi berkepanjangan dan dinamika sosial politik lainnya, maka keterkaitan program RHL dalam menyerap tenaga kerja sekaligus menciptakan lapangan usaha menjadi salah satu nilai strategis bagi pencapaian kinerja ekonomi pemerintah. Program RHL juga sangat relevan dengan upaya pemerintah untuk mengembalikan fungsi lindung dan konservasi sumberdaya hutan yang mengalami penurunan akibat degradasi dan deforestasi. Di samping itu, kegiatan rehabilitasi hutan yang bersifat padat karya sangat sesuai dengan kultur masyarakat pedesaan dan pedalaman di sekitar kawasan hutan karena sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.
Hampir setiap tahapan kegiatan rehabilitasi telah dikenal oleh masyarakat bahkan sebagian diantaranya telah dilakukan oleh sebagian masyarakat. Tahapan tersebut diantaranya adalah tahapan kegiatan penyiapan lahan, pengadaan benih atau persemaian, pemupukan, pemeliharaan serta pengamanan dan pengawasan. Kegiatan rehabilitasi hutan juga memiliki peluang cukup besar untuk menyerap tenaga kerja serta membuka peluang usaha karena terdiri dari berbagai jenis kegiatan. Meliputi pembangunan hutan rakyat, reboisasi di hutan lindung dan kawasan konservasi, rehabilitasi hutan mangrove, pembangunan hutan kota, pembuatan turus jalan dan pembangunan konservasi tanah seperti sumur resapan, dam pengendali, dam penahan, embung air dan sebagainya.
Dimana dari berbagai kegiatan tersebut masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai sebuah peluang usaha yang menjanjikan. Misalnya saja masyarakat di sekitar desa hutan baik secara berkelompok maupun perorangan dapat membuat suatu plot area untuk pembibitan yang berisikan tanaman kehutanan yang memiliki potensi tinggi seperti Pulai, Gaharu, Aren, Pinus, Bakau serta jenis pohon kehutanan lainnya maupun tanaman buah-buahan yang memiliki fungsi konservasi terhadap kawasan misalnya Durian Hutan, Cempedak, Nangka dan jenis pohon buah lainnya.
Benih atau anakan pohon bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat tanpa mengeluarkan biaya yaitu dengan mencarinya di dalam hutan. yang kemudian disemaikan sendiri oleh masyarakat di dalam suatu plot yang telah mereka kelola secara swadaya. Setelah bibit tersebut tumbuh dengan baik masyarakat dapat langsung menawarkannya kepada pihak-pihak terkait guna keperluan program rehabilitasi hutan Sehingga akan terbentuk suatu pola kemitraan antara masyarakat desa hutan dengan pemerintah atau lembaga tertentu dengan prinsip kemandirian.
Selain dapat berperan dalam penyiapan bibit masyarakat desa hutan juga dapat mencari peluang dalam hal yang lain seperti pemeliharaan, pengawasan dan pengamanan areal yang telah dilakukan rehabilitasi serta melakukan sistem tumpang sari pada lahan yang telah di rehabilitasi sampai dengan periode tertentu yang dilanjutkan perjanjian pemanfaatan lain dari tanaman/pohon hasil rehabilitasi semisal masyarakat dapat memanfaatkan hasil buah-buahan dari tanaman rehabilitasi hutan. Apabila hal ini dapat diwujudkan secara proporsional dan sesuai rencana tentu saja akan sangat berdampak positif bagi masyarakat desa hutan dan kawasan. Dimana bagi masyarakat tentu saja adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan sedangkan bagi pemerintah adalah terjaganya kawasan dari perusakan yang diakibatkan oleh masyarakat yang mendiami kawasan hutan serta manfaat lingkungan yang tidak dapat di ukur dengan nilai apapun sebagai imbas dari tetap terjaganya kelestarian kawasan hutan.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dicanangkan pemerintah hanyalah sebuah program yang sebatas merangsang minat masyarakat untuk ikut peduli pada kondisi lingkungan kawasan hutan yang telah berada pada titik kritis. Tentu gerakan ataupun program tersebut tidak akan berhasil apabila ternyata di dalam diri masyarakat tersebut tidak muncul suatu kesadaran dan keinginan untuk melanjutkan perbaikan kawasan hutan agar tetap terjaga kelestariannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar