Cari Blog Ini

Selasa, 08 Juni 2010

Orangutan Kutai Terkepung

Orangutan Kutai Terkepung
Rabu, 9 Juni 2010 | 10:14 WIB
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Seekor bayi orangutan (Pongo pygmaeus) berusia satu bulan bernama Zumi berlindung dalam dekapan induknya yang bernama Sarah (15) di Kebun Binatang Bandung, Tamansari, Bandung, Jawa Barat, Senin (12/4/2010). Bayi orangutan dari pejantan Simon (40) ini diharapkan bisa menjadi penerus populasi satawa orangutan yang terancam punah.
TERKAIT:

* Di TN Kutai Diduga Ada 2.000 Orangutan
* Konsesi Kebun untuk Orangutan
* Habitat Orangutan Makin Terancam
* Orangutan, Tuan yang Pilu di Rumah Sendiri (2-Habis)
* Orangutan, Tuan yang Pilu di Rumah Sendiri (1)

SAMARINDA, KOMPAS.com - Sekitar 2.097 orangutan Kalimantan Timur yang hidup di kawasan Taman Nasional Kutai kini terkepung hutan konversi. Kawasan hutan di sekeliling taman nasional itu dikonversi untuk pengembangan hutan tanaman industri, pengusahaan hutan, pertambangan, dan pengembangan perkebunan kelapa sawit.

”Sebagian Taman Nasional (TN) Kutai juga rusak akibat berbagai faktor. Hasil survei terakhir menunjukkan, habitat orangutan (Pongo pygmaeus morio) di hutan yang seharusnya dilindungi mencapai ribuan ekor,” kata ketua tim survei populasi orangutan, Yaya Rayadin, dari Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda, Selasa (8/6/2010).

Penelitian populasi orangutan di TN Kutai adalah kerja sama Unmul, Bina Kelola Lingkungan (Bikal), Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sangatta, Orangutan Conservation Services Program (OCSP), dan The Nature Conservancy (TNC).

Yaya mengemukakan, survei sarang orangutan berbiaya Rp 100 juta ini pertama kali dilakukan di TN Kutai. Lokasinya adalah zona rimba dan zona inti seluas hampir 120.000 hektar atau sekitar 60 persen dari luas TN Kutai 198.629 hektar. Dua zona itu jantung TN Kutai.

Hutan rusak

Selain terkepung hutan konversi, kata Yaya, habitat orangutan TN Kutai juga terancam karena sejumlah kawasan hutan rusak parah, antara lain akibat kebakaran, perambahan, pembalakan, tambang batu bara, dan permukiman sekitar jalan raya, terutama ruas Bontang-Sanggatta yang dihuni 23.000 jiwa.

Di zona rimba (hutan bekas terbakar), tim menemukan 224 sarang sepanjang jalur 15 kilometer. Tingkat kerapatan 371 sarang dan kepadatan orangutan 0,6 ekor tiap 100 hektar. Dengan luas zona 470 kilometer persegi, diperkirakan populasi 298 orangutan.

Di zona inti (hutan nyaris tidak terjamah), tim menemukan 395 sarang sepanjang sembilan kilometer. Tingkat kerapatan 1.268 sarang dan kepadatan orangutan 2,2 ekor tiap 100 hektar. Dengan luas zona 870 kilometer persegi, didapat perkiraan populasi 1.799 orangutan.

Yaya memaparkan, di setiap hektar hamparan hutan terdapat 214-413 pohon dengan 48-64 jenis. Diameter pohon minimal 10 sentimeter sampai lebih dari 3 meter. Di satu hektar minimal ada 10 jenis pakan orangutan yang juga bisa dikonsumsi manusia, misalnya bendang (kelapa kecil), tete (jahe-jahean), ficus, ulin, dan durian. Ada juga ratusan anakan pohon yang siap ditanam dan kayunya bernilai ekonomi tinggi apabila dibudidayakan, seperti ulin, meranti, dan kapur.

”Kami menyadari, hutan TN Kutai menyimpan kekayaan hayati yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia tanpa harus dirusak,” kata Yaya.

Selama survei, tim juga menemukan sejumlah ancaman terhadap kelestarian TN Kutai, seperti perburuan rusa, pemasangan jerat, pembalakan ilegal, dan pengaplingan lahan untuk dirambah atau dijual. ”Selama survei, kami menyelamatkan satu ekor orangutan yang terjebak jeratan rusa. Jeratan-jeratan rusa ini juga membuat daerah jelajah orangutan makin sempit.”

Kepala Balai TN Kutai Tandya Tjahjana saat dihubungi mengatakan, hasil survei memperkuat kenyataan bahwa kawasan konservasi seluas 198.629 hektar itu amat penting dilestarikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar