Cari Blog Ini

Selasa, 01 Juni 2010

pembangunan terminal di taman nasional kutai

Sangatta, Kompas - Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menyatakan tetap membangun terminal di kawasan Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Alasannya, pembangunan itu telah mendapat persetujuan Menteri Kehutanan dan demi kepentingan umum.

Bupati Kutai Timur Isran Noor, yang ketika dihubungi sedang di Jakarta mengikuti Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Senin (9/2), menjelaskan, pembangunan terminal tidak akan merusak kawasan hutan dan sudah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. ”Hutan sudah rusak duluan,” paparnya.

Karena demi kepentingan umum dan sudah disetujui Menteri Kehutanan, lanjut Isran, pembangunan tidak bisa ditunda. Dalam konteks itu, pemeriksaan terhadap pimpinan Dinas Perhubungan Kutai Timur oleh penyidik Balai Taman Nasional (TN) Kutai dianggapnya sebagai perilaku berlebihan.

Terkait pernyataan itu, Kepala Balai TN Kutai Tandya Tjahjana menyatakan, tidak ada izin pembangunan terminal. ”Balai TN Kutai sudah mengeluarkan berkali-kali peringatan agar pembangunan terminal dihentikan, tapi tak digubris,” ujarnya.

Pembangunan terminal di TN Kutai hanyalah satu contoh dari kehancuran hutan taman nasional tersebut. Selain terminal, saat ini di sana sudah ada ratusan rumah dan kios warga serta ladang pertanian. Kehancuran taman nasional yang memiliki hewan endemis orangutan dan rusa asal Kalimantan ini terjadi sejak tahun 1990-an ketika dibuat jalan trans-Kalimantan yang membelah TN Kutai.

Menurut Tandya, kerusakan TN Kutai telah mencapai 50 persen atau 99.314,5 hektar dari total 198.529 hektar yang mencakup Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang ”Di TN Kutai telah berdiri 16 menara telekomunikasi, dua stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, ribuan rumah di tujuh desa atau dua kecamatan yang dihuni 22.876 jiwa, dan terminal angkutan umum. Semua itu tidak berizin,” katanya.

Secara terpisah, mantan Kepala Balai TN Kutai Agus Budiono mengatakan, jalan Bontang-Sangatta membelah TN Kutai sepanjang 54 kilometer. Jalan dibangun atas desakan Pemerintah Provinsi Kaltim pada tahun 1990-an agar warga di dua daerah itu bisa berhubungan, tidak lagi lewat perairan Selat Makassar. ”Setahu saya, Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim dulu menolak usul pembangunan jalan itu,” katanya. (BRO/AIK/RYO/FUL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar