Cari Blog Ini

Minggu, 13 Juni 2010

Peran Serta Penyuluh Kehutanan Dalam Upaya mengendalikan Laju Pemanasan Global

Pemanasan Global menjadi momok dan terus mengancam yang tentu saja akan berdampak sangat buruk bagi kelangsungan kehidupan di seluruh dunia. Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia". melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Efek rumah kaca sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Dampak pemanasan global
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
1. Iklim Mulai Tidak Stabil / Perubahan pola-pola iklim
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

2. Peningkatan Permukaan Laut

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut.
Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Tercatat sebanyak 24 pulau kecil di Indonesia telah lenyap, baik akibat kejadian alam, maupun ulah manusia. Namun, itu belum seberapa. Yang lebih mengkhawatirkan, 2.000 pulau lain di Tanah Air juga terancam tenggelam akibat dampak pemanasan global.
3. Suhu Global Cenderung Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4. Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5. Dampak Sosial Dan Politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Satu hal yang perlu kita ketahui adalah beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusia lah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, pembangkit tenaga listrik, serta pembabatan hutan.
Indonesia dalam hal ini sangat berperan besar dalam menyumbang bertambah lajunya pemanasan global. Hal yang tidak dapat dibantah adalah belum mampu nya pemerintah dan masyarakat di Indonesia dalam berperan dan mengendalikan laju kerusakan hutan. Alih-alih mampu menghentikan laju kerusakan hutan, Indonesia malah mendapat julukan baru yaitu ‘Negara penghancur hutan tercepat di dunia’. Julukan yang sangat tidak ingin kita sandang, tetapi realitas itulah yang harus kita rasakan saat ini. Menghindari penebangan hutan, menanam pohon merupakan salah satu strategi utama untuk menghambat laju pemanasan global. Fungsi pohon sebagai penyerap karbon (CO2) dan melepaskannya ke alam sebagai O2.
Oleh karena itu fungsi hutan merupakan bagian yang teramat penting dalam menjaga kestabilan suhu bumi. Bukan hanya itu saja, hutan juga berfungsi sebagai penyedia jasa lingkungan bagi kehidupan semua makhluk hidup di Bumi. Namun fakta di lapangan sampai saat ini, baik dalam skala kecil dan besar, kawasan hutan masih mendapat tekanan dari kegiatan-kegiatan perambahan hutan, penebangan liar dan pembakaran hutan. Desakan ekonomi, masyarakat yang belum paham, dan kerakusan mereka yang mempunyai modal merupakan beberapa faktor pemicu dari kerusakan hutan dan kegiatan Ileggal Logging selama ini, termasuk yang terjadi di Kawasan Konservasi Taman Nasional Kutai. Rusaknya Taman Nasional Kutai dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi kelangsungan kehidupan karena rusaknya Taman Nasional Kutai dapat mengantarkan hilangnya keanekaragaman hayati atau hilangnya jenis-jenis tanaman bermanfaat, juga dapat mengakibatkan punahnya species-species langka, seperti Orang Utan, Bekantan, Rusa Sambar, Beruang dan beragam jenis Fauna lainnya. Hal ini tentu saja akan berdampak pada keseimbangan ekologi.
Peran penyuluh kehutanan dalam mengendalikan laju pemanasan global

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya.Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pengelolaan hutan di Indonesia selama ini hanya mengacu pada aspek penegakan hukum secara tegas tanpa melihat sumber masalah yang sebenarnya. Upaya yang harus coba ditempuh adalah pendekatan langsung kepada masyarakat melalui program penyuluhan secara kompreshensif, berkelanjutan dan konsisten sebagai upaya menyadarkan mereka akan pentingnya Taman Nasional Kutai agar tetap lestari dan masyarakat bisa diuntungkan baik dari segi ekonomi dan jasa lingkungan.

Salah satu contoh upaya penyuluhan kepada masyarakat adalah dengan menjelaskan manfaat hutan selain dari kayu. Pengalaman selama ini hutan hanya dipersepsikan dengan kayu. Ini tidak sepenuhnya benar. Hutan penting untuk penelitian dan makhluk hidup. Hutan juga menghasilkan jasa-jasa lingkungan, air, hutan juga mengatur aliran air di sungai. Hutan mencegah erosi dan longsor, tanaman menjadi sumber makanan bagi makhluk di hutan dan manusia.Belum lagi dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan jenis satwa. Potensi Ekowisata dll. Maka suatu kemuliaan jika kita bisa melestarikan dan mempertahankan kondisi alam agar tetap seimbang dan mengambil mamfaat yang tak ternilai dari 198.629 hektar Taman Nasional Kutai. Dengan adanya kesadaran dari dalam diri masyarakat secara tidak langsung akan membentuk norma social bahwa kerusakan hutan menjadi sesuatu yang haram. Dan kedepan akan pola pemamfaatan hutan yang layak. Dari Masyarakat untuk masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar